Kasih Allah yang Sempurna

Sekitar bulan Juni 2018, karena dibatalkannya jadwal pertandingan sepak bola,  12 orang remaja Thailand dengan didampingi pelatihnya berkumpul untuk berlatih. Setelah berlatih, mereka meminta ijin untuk masuk ke sebuah goa. Goa ini adalah goa yang biasa di masuki oleh penduduk setempat, tetapi kali ini entah mengapa, mereka masuk terlalu dalam yang bisa diakses dalam keadaan kering, lalu mereka terjebak karena air mulai pasang sehingga mereka masuk lebih dalam lagi agar tidak terkejar oleh air. Namun, tak disangka bahwa mereka terjebak di dalam goa yang gelap itu dengan persediaan makanan yang begitu terbatas dan minim selama 17 hari. Bayangkan, mereka terjebak dalam goa yang gelap, harus minum dari tetesan air yang menetes dari langit-langit goa dan tidak ada kepastian kapankah mereka bisa keluar dari sana. Yang pasti mereka tidak dapat menyelamatkan diri mereka sendiri, mereka butuh campur tangan tenaga ahli untuk dapat menyelamatkan mereka keluar dari goa tersebut.

 Luar biasanya, ketika masyarakat bahkan dunia mengetahui akan kondisi ini, 18 penyelam professional dan tim SAR dari berbagai negara datang untuk menyelamatkan mereka. Untuk dapat menyelamatkan 1 orang, mereka harus mengutus 2 penyelam professional dengan berbagai alat selam dan keselamatan dengan memakan waktu 7 jam karena harus melewati medan yang tidak mudah. Pada akhirnya mereka semua dapat diselamatkan dalam 2 hari. [1]

Itulah sedikit gambaran manusia yang hidup di dalam dosa. Kita hidup dalam kegelapan dan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Upaya manusia untuk mencari keselamatan dengan kekuatan dan kebaikannya sendiri (autosoteric) tidak akan mampu untuk menemukan Allah yang sejati. Mengapa demikian? karena dosa membuat manusia mati secara rohani, sehingga tidak mungkin dapat menyelamatkan dirinya sendiri tampa ada campur tangan Allah yang mencari dan melahirbarukan kembali.

Karya Keselamatan Allah

Keselamatan bagi orang-orang percaya, bukanlah sebuah reaksi Allah akan dosa manusia. Allah telah menetapkan dari kekekalan tentang siapa yang akan diselamatkan, dengan cara apa,  bahkan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Inilah yang disebut dengan Pactum Saluntis.

Ketika Allah Bapa mengutus Allah Anak untuk datang ke dunia untuk menebus dosa manusia. Jadi apa yang telah Allah tetapkan dalam kekekalan , dieksekusi oleh Yesus Kristus dalam sejarah. inilah yang disebut dengan Ordo Saluntis secara objectif.  Sedangkan Roh Kudus secara subjectif menerapkan keselamatan itu pada manusia. Dikatakan secara subjectif, karena Roh Kudus melakukannya di dalam diri kita. Sedangkan Yesus Kristus dikatakan secara objectif karena melakukannya di luar diri kita, yaitu dnegan karya penebusan-Nya di kayu salib.  Kita sendiri adalah sebagai covenant people yang menerima keselamatan dimampukan untuk mengenal Kristus, berelasi kembali sehingga dapat mengenal Allah Bapa. Tujuan dari keselamatan adalah hubungan manusia dengan Allah dipulihkan.  

Ordo Saluntis: The Order of Salvation.

  • Kelahiran Baru (Regeneration)- Hidup baru

Lahir baru adalah sepenuhnya karya Allah terhadap manusia melalui Roh Kudus yang bekerja secara langsung dan ekslusif dan mengubah kondisi spiritualnya. Sama sekali tidak ada andil manusia dalam regenrasi ini.  

Bavick: (regenarsi adalah) karya Allah yang menanamkan prinsip kehidupan baru dalam diri manusia dan pengudusan pengaturan kecenderungan jiwa manusia.

Regeneration memiliki 2 elemen, yaitu lahir baru dan hidup baru. Kedua elemen ini tidaklah sama. Lahir baru mengacu pada suatu kejadian/event dalam hidup manusia yaitu ketika titik awal dia percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat. Sedangkan hidup baru adalah kehidupan setelah lahir baru.   

  • Pertobatan : Iman & Penyesalan (Conversion: Faith & repentance) – Arah Baru

Ketika kita masih hidup dalam dosa, semua kecenderungan hati, pikiran dan tindakan kita adalah untuk melawan Allah, dan berpusat pada diri kita sendiri. Namun, setelah lahir baru, Roh kudus menanamkan kesadaran baru bahwa semua itu adalah salah. Ada penyesalan rohani yang sejati, dampak dari perubahan pikiran, pendapat, keinginan, kehendak dan keyakinan bahwa arah hidup yang lama itu kerilu. Perubahan arah ini terlihat begitu jelas pada orang yang benar-benar mengalami kelahiran baru. Dosa yang dulu sangat disukai, akan menjadi sebuah kejijikan. Inilah yang disebut dengan Pertobatan Sejati, yaitu pertobatan yang berakar pada kelahiran baru, sehingga disebut sebagai pertobatan yang menyelamatkan.

Pertobatan yang sejati memberikan arah baru dalam kehidupan manusia, yang dulu menjauh dari Allah, berubah menjadi mendekat/ tertuju pada Allah.

Pada kenyataannya, setelah lahir baru dan memiliki kehidupan baru, kita tidak kebal terhadap dosa, sehingga sangat mungkin kita jatuh ke dalam dosa. Itulah sebabnya kita memerlukan pertobatan berulang yang merupakan buah dari kepekaan atas dosa-dosa tertentu yang sering munculkembali (1 Yoh 1:9) Pertobatan ini bukanlah pertobatan yang menyelamatkan.  

  • Pembenaran (Justification) – Status Baru

Pembenaran adalah tindakan Yudisial Allah yang mendekalrasikan bahwa semua tuntutan hukum yangharus dipenuhi oleh orang berdosa sudah dipenuhi dengan tuntas atas dasar kebenaran Yesus Kristus.   Pembenaran ini adalah mengubah status kita, bukan mengubah kondisi kita. Jaid kita yang berdosa, telah dianggap benar oleh Tuhan melalui kebenaran Kristus.

Pembenaran ini yang membuat kita menerima pengampunan dosa dan restorasi  hubungan pribadi kita dengan Allah dan penyatuan (communion) dengan Kristus, dan kita diadopsi menjadi anak-anak Allah.

Tuhan membenarkan (justifies) kita dengan dasar kebenaran Kristus melalui iman. Jadi iman hanyalah instrument untuk menerima Kristus dan kebenaran-Nya, bukan dasar dari pembenaran.  

  • Pengudusan (Sanctification) – kemajuan baru

Merupakan karya Roh Kudus yang bersifat anugerah yang berkesinambungan, yang dengannya Ia membebaskan orang berdosa dari polusi dosa, memperbarui keseluruhan naturnya dalam rupa Allah dan memampukannya berbuat baik. Perbuatan baik yang dimaksudahkan di sini adalah perbuatan baik yang sesuai dengan standard Allah, bukan standard manusia yang bisa saja dilakukan oleh manusia tanpa mengalami kelahiran baru. Tetapi perbuatan baik yang seuai dengan standard hukum Allah hanya bisa dilakukan bagi mereka yang telah telah mengalami kelahiran baru dan dalam proses pengudusan.

Proses pengudusan ini memiliki dua aspek, yaitu mematikan manusia lama dan membangkitkan manusia baru. Proses pengudusan ini merupakan sebuah proses yang panjang dan tidak pernah selesai ketika kita masih hidup di dunia ini. Proses ini hanya akan menjadi sempurna saat kita meninggal dan menerima kebangkitan tubuh.  

  • Ketekunan (Perseverance)  –  kegigihan baru

Ketekunan orang kudus adalah karya Roh Kudus yang berkesinambungan dalam diberi orang percaya yang dengannya karya sudah dimulai Allah dalam hati orang berdosa akan dibawa sampai pada kesudahannya. Manusia yang telah ditebus bisa saja jatuh dalam dosa, tetapi tidak akan jatuh sedemikian fatal sampai keluar dari anugerah keselamatan yang telah dijanjikan.   

Dengan demikian penekanan dari keselamatan ini adalah pada kesetiaan Allah, bukan kesetiaan manusia. Bukan dari berapa teguh kita memegang tangan Allah, tetapi betapa kuatnya tangan Allah yang memegang kita. Sebagai manusia, kita begitu lemah dan rapuh, jika mengandalkan kekuatan kita, maka tidak mungkin kita dapat bertahan untuk terus memegang tangan Allah.

Saya teringat ada masa kelam dalam hidup saya Sembilan tahun yang lalu, dimana dalam kekecewaan saya seolah ingin lari dari Tuhan. Saya telah menghentikan semua pelayanan saya. Dalam beberapa bulan, doa saya terasa begitu hambar, seakan-akan antara saya dan Tuhan ada tembok yang begitu tebal. Kehidupan saya mungkin terlihat masih berjalan seprti biasanya, tetapi saya tahu bahwa saya menjalaninya seperti mayat hidup yang berjalan, tidak ada sukacita dan damai sejahtera. Namun dalam kondisi kelam itu, disaat saya mungkin rasanya ingin melepaskan tangan saya dari Kristus, tetapi Dia tidak melepaskan saya. Sama sekali tidak. Setahap demi setahap, Tuhan menyapa saya lewat banyak hal di sekeliling saya, mulai dari lagu, lewat video di youtube, renungan kotbah sampai pada pengalaman hidup yang mendesak saya untuk kembali kepada Tuhan untuk sekali lagi mempercayai-Nya dalam kerapuhan. Tuhan membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang dapat dipercayai. Pelan-pelan hati saya mencair dan mulai kembali memandang-Nya. Pada titik itu saya sadar, Tuhan mengasihi saya dan tidak melepaskan saya yang begitu rapuh. Jika sampai pada titik ini saya masih memegang teguh iman saya, itu sama sekali bukan karena saya yang kuat, tetapi karena anugerah Allah yang tidak pernah melepaskan saya. Itulah Perseverance of saints.


[1] Gua Thailand: Bagaimana para remaja bertahan dalam gelap begitu lama hanya dengan sedikit bekal? https://www.bbc.com/indonesia/dunia-44806611 diakses 02 Desember 2022.

Advertisement

The Broken World

Tanggal 21 November 2022 kemarin, kita dikejutkan dengan berita adanya gempa Cianjur dengan kekuatan 5,6 M. Gempa ini telah menghancurkan ribuan rumah penduduk dan menelan korban meninggal dunia lebih dari 300 jiwa. Bencana terjadi bukan hanya di Cianjur. Di sepanjang tahun 2022 ada begitu banyak peristiwa besar, seperti perang Rusia-Ukraina yang telah menelan banyak korban jiwa dan juga kehancuran, krisis pangan di banyak negara, krisis energi di Eropa, dan masih banyak tragedi lainnya. Pandemi Covid-19 yang telah menelan jutaan jiwa di dunia, tak kunjung usai. Bencana dan masalah seakan tak berhenti untuk datang silih berhanti. Mengapakah semua ini terjadi? Karena sejak Adam jatuh ke dalam dosa, maka semua tatanan kehidupan manusia dan alam semestapun telah tercemar oleh dosa.  Bumi menjadi tidak bersahabat lagi. Manusia menjadi serigala bagi sesamanya. Namun, apakah itu dosa?

Essensi Dosa

Di jaman modern ini, banyak orang tidak suka memakai istilah dosa. Mereka lebih suka memakai istilah “kelemahan” untuk menggantikan istilah dosa. Padahal ada suatu perbedaan yang sangat signifikan dari kedua istilah tersebut. Kelemahan itu lebih mengacu pada kelemahan kepribadian yang terkesannya lumrah, sedangkan dosa adalah sesuatu yang serius sehingga dikatakan bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23).

Dosa bukanlah “sesuatu” tetapi adalah suatu aktivitas yang menyeleweng, yang tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya. Dari perspektif Ethis Spiritual, dosa adalah berubahnya orientasi hidup manusia sedemikian rupa sehingga semua kemampuan dan kekuatan yang dianugerahkan tidak lagi dipakai untuk melayani Allah tetapi untuk mentaati kedagingan.

Kemudian, Allah berkata, “Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. Dan, hendaklah mereka berkuasa atas semua ikan di laut, burung-burung di udara, atas semua binatang ternak, dan semua binatang melata yang merayap di bumi.” (Kej 1:26)

Ketika Allah menciptakan manusia seturut dan segambarnya, perintah Allah adalah jelas bahwa manusia diminta berkuasa atas ciptaan, tetapi bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk kemuliaan Allah. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia memang mengelolah alam dan berkuasa atasnya, namun cenderung untuk mengeksploitasi alam untuk kepentingannya sendiri, bahkan juga ada keinginan untuk menguasai apa yang bukan menjadi miliknya sendiri. Tidaklah mengherankan jika hubungan antar manusia bahkan antar negara sering kali diwarnai dengan perselisihan, kecurigaan bahkan penuh dengan intrik. Jadi dosa bukan hanya berbicara tentang kejahatan, tetapi juga tentang keegoisan, dan kemunafikan. Ketika setiap orang berfokus pada dirinya sendiri tanpa lagi memikirkan orang lain, atau ketika orang telah berbuat baik namun dicurigai dan dituduh yang tidak-tidak, semua ini adalah akibat dari dosa, bukan kelemahan pribadi. Itulah dosa. Dosa tidak membuat manusia tidak menjalankan apa yang Tuhan perintahkan, tetapi menjalaninya dengan tujuan dan motivasi yang menyeleweng. Itu sebabnya dosa memiliki arti “melenceng dari sasaran”. 

Total Corruption

Dosa ini menjadi seperti parasit terhadap kebaikan, maksudnya dosa sering kali menempel pada kebaikan dan membuatnya menjadi melenceng/rusak. Misalnya ketika manusia melakukan kebaikan seperti kegiatan kemanusiaan menolong korban bencana alam, atau mengunjungi panti asuhan atau panti werda. Apa yang terlihat dari luar, bisa jadi adalah kebaikan yang ditabur. Ya, semua itu adalah perbuatan yang mulia, tetapi sering kali motivasi orang melakukannya tanpa disadari telah tercemar oleh dosa, seperti mengharapkan pahala dari sorga, mendapatkan penghormatan dan kekaguman dari manusia, atau untuk mendapatkan berkat di kemudian hari. Ketika kita membuat konten di media sosial, kita bisa lakukan itu untuk menggarami media sosial dengan berita kebenaran, tetapi bisa juga untuk membangun citra diri kita sendiri di dunia maya dan kepuasannya adalah mendapatkan banyak like dan followers. Bahkan ketika kita melakukan pelayanan, seharusnya kita lakukan untuk Tuhan semata, tetapi tanpa disadari kadang kita sangan mengharapkan pujian dan penghormatan dari manusia. Motivasi yang keliru inilah yang dikatakan menjadi “parasit” dalam kebaikan yang dilakukan, dan itulah dosa. Itu sebabnya Alkitab mengatakan bahwa segala kesalehan kita seperti kain kotor (Yes 64:6).

Dosa mewarnai seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari pikiran, perasaan, tindakan, sampai pada hasil karya manusia, bahkan hal baik yang manusia lakukan. Intinya dosa bersifat begitu meneluruh sehingga manusia tidak dapat melakukan kebaikan spiritual dan layak mendapatkan hukuman kekal. Hal ini tidak berarti manusia itu jahat sejahat-jahatnya, karena bagaimanapun juga Tuhan masih memberikan anugerah umum berupa hati nurani dan moral di dalam diri manusia untuk menahan kejahatan manusia. Dengan demikian, kerusakan total itu bicara keluasan cakupan dosa, bukan kedalaman dosa.

Dosa tidak mengakibatkan manusia kehilangan kehendak bebasnya, melainkan kehendak bebasnya menjadi jahat.

Manusia secara sadar masih dapat memilih untuk berkehendak, tetapi dalam kehendak bebasnya dia akan memilih untuk berbuat dosa atau melawan Allah. Ketika manusia melakukan dosa, misalnya berzinah, korupsi, dsb, apakah dia tahu bahwa itu salah? Tentu tahu dengan jelas semua itu salah, tetapi dia sengaja memilih untuk melakukan itu. Artinya dengan kesadaran penuh, manusia memilih apa yang jahat.   

Dosa hanya bisa dilakukan oleh mahluk moral/rasional.

   Jika kita bicara tentang dosa yang berarti tidak tepat sasaran, maka mau tak mau kita pasti harus membicarakan hukum Allah sebagai acuan sasarannya. Jadi dosa, tidak dapat dilepaskan dari hukum Allah. Karena hukum Allah adalah hukum moral yang rasional yang mengatur kehendak manusia, maka dosa hanya bisa dilakukan oleh mahluk yang memiliki moral/rasional. Dengan demikian, dosa tidak dilakukan oleh binatang atau tumbuhan. Dosa hanya dapat dilakukan oleh manusia yang memiliki moral.

Dosa memiliki karakter essensial sebagai berikut:

  1. Spiritual

Dosa memiliki karakter spiritual, karena dosa berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah (Mazmur 51:6). Sekalipun tindakan dosa sering kali kita tujukan pada sesama kita (misalnya seperti mencuri, berjinah, berbohong, dll) tetapi pada hakekatnya kita berdosa kepada Tuhan. Itu sebabnya, dosa dikatakan memiliki karakter spiritualitas.  Ketika kita berdosa, maka hubungan kita dengan Allah rusak, dan hakekat dari dosa adalah kita melawan Tuhan.

Dosa juga bukan hanya berupa perbuatan, tetapi juga merupakan kecenderungan berbuat dosa (sinful disposision), misalnya seperti kecenderungan kita untuk mengutamakan diri kita sendiri tanpa memperdulikan orang lain, kita memiliki kecendrungan untuk mendapatkan pujian dan penganggungan dari manusia dan marah jika tidak mendapatkannya, dsb. 

  • Melawan Hukum

Dosa adalah melawan hukum Allah, bukan hukum/adat manusia. Hukum Allah ini tertuang dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, kita kenal ada 3 hukum, yaitu hukum moral, hukum sipil dan hukum ceremonial. Dari ketiga hukum ini yang masih kita pegang saat ini adalah hukum moral (10 hukum Taurat). Sebab hukum sipil adalah hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat/ bernegara di jaman itu, pada saat ini, kita memiliki hukum sipil sendiri di negara Indonesia. Sedangkan hukum ceremonial yang mengatur tentang hari raya-hari raya orang Yahudi, sudah tidak kita rayakan sepenuhnya, misalnya seperti hari raya pondok daun.

 Sengatan yang Membawa maut

Jika kita tahu bahwa dosa itu salah, mengapakah manusia dalam kehendak bebasnya tetap memilih dosa? Karena dosa terlihat menarik dan nikmat. Betapa menariknya jika dapat menjadi kaya dengan cara yang mudah dan cepat? Bukankah menyenangkan jika memiliki kekuasaan dan bisa melakukan apapun yang kita inginkan sesuka hati kita? Rasa penasaran akan kenikmatan seksual di luar pernikahan membawa begitu banyak orang jatuh dalam dosa perzinahan. Ya… tidak dapat dipungkiri bahwa dosa memang begitu memikat hati. Itu pula yang dirasakan

Ada hal yang menarik, ketika mengetahui bagaimana orang membunuh serigala yang begitu buas dengan cara yang mudah. Mereka hanya melumuri darah pada sebatang pisau yang tajam dan ditancapkan pada salju. Bau amis darah segar itu, akan mengundang serigala untuk datang dan menjilatinya. Tanpa sadar, mereka bukan hanya menikmati darah segar yang ada di pisau itu, tetapi darah mereka sendiri yang mengucur dari lidah mereka yang telah kebas karena dinginnya salju. Semakin mereka menjilati pisau itu, semakin banyak darah yang mereka yang keluar, semakin mereka menikmatinya. Pada akhirnya serigala itu mati karena kehabisan darah. Seperti itulah gambaran dosa yang membuat seseorang semakin tidak sensitive dan makin benci penangkal dosa sampai pada akhirnya membawanya pada maut.

Pertama kali orang berbuat dosa, misalnya berzinah, mungkin dia akan merasa deg-degan dan takut ketahuan. Tetapi sekali dia berhasil dan tidak ketahuan, dia akan ketagihan dan mencoba untuk mengulanginya. Semakin lama dan berulang rasa bersalah dan deg-degan itu semakin hilang dan dia semakin ketagihan. Sampai suatu saat, rumah tangganya hancur, mungkin ekonominya menjadi terpuruk dan mungkin dia bisa terkena HIV atau penyakit seks menular lainnya. Ketika dia sadar, kehidupannya sudah menjadi hancur  luluh lantak.  

Ketika seseorang jatuh pada satu dosa, biasanya akan berlanjut pada dosa lainnya. Dosa tidak pernah sendirian. Dia mirip seperti kuda troya pada mitos Yunani kuno. Kuda Troya adalah salah satu kisah Perang Troya mengenai tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang Yunani untuk memasuki kota Troya dan memenangkan perang. Setelah pengepungan selama 10 tahun tidak membuahkan hasil, orang-orang Yunani membangun sebuah kuda kayu raksasa dan menyembunyikan beberapa orang di dalamnya. Orang-orang Yunani berpura-pura berlayar pergi, dan orang-orang Troya menarik kuda kayu ini ke kota mereka sebagai lambang kemenangan. Malamnya pasukan Yunani keluar dari kuda kayu tersebut dan membuka pintu gerbang untuk pasukan Yunani lainnya, yang kembali mendatangi kota Troya dengan memanfaatkan persembunyian malam. Orang-orang Yunani memasuki kota Troya dan menghancurkannya, sehingga mengakhiri perang.

Seperti itulah dosa. Satu dosa akan membuka dosa-dosa lainnya untuk masuk ke kehidupan manusia dan menghancurkannya. Ambillah contoh dosa pornografi. Pada awalnya mungkin hanya tidak sengaja menemukan gambar porno dari internet yang muncul secara acak. Namun, karena tertarik dan penasaran, dia masuk ke situs porno dan mulai menikmati satu fato, lanjut ke foto lainnya. Keesokkan harinya, dia mencari gambar yang lebih vulgar dan menantang. Begitulah kehidupannya, tanpa disadari dia sudah teradiksi dan semakin menginginkan yang lebih vulgar. Adiksi ini secara perlahan membuat otak PFC nya rusak. Otak bagian PFC ini adalah otak yang mengatur keputusan, berpikir jernaih dan moral manusia. Karena telah rusak, dia menganggap wanita hanyalah objek pemuasan seksual. Dia mulai masuk ke masturbasi, kehidupan seks bebas, mencari PSK, bahkan tidak menutup kemungkinan dia bisa memperkosa wanita dan tidak merasa bersalah. Pada akhirnya dia bisa menjadi penjahat kelamin dan semakin terperosok dalam sehingga sulit untuk keluar.

Ya, semengerikan itulah dosa. Manusia tinggal dalam kekelaman dan merasa frustasi akan kondisi ini. Itulah sebabnya dalam kegelapan dosa yang mencekam, manusia menjerit dan meraung nyaring, berharap akan adanya pertolongan yang dapat membebaskan dia dari belenggu dosa. Adakah pengharapan dari kehidupan yang telah hancur oleh dosa?

“Oh come.. oh come Immanuel”

Apa Artinya Menjadi Seorang Manusia?

Suatu hari, setelah menikah, saya menemukan benda yang bagi saya aneh, Bentuknya spiral berwarna hijau, bentuknya mirip seperti obat nyamuk bakar, tetapi terbuat dari karet. Yang anehnya lagi, ada gagang ditengahnya. Saya bingung, mengapa ada benda ini di dapur? Benda apakah ini? Hampir saja saya ingin menyingkirkannya dari dapur, tetapi saya mencoba bertanya terlebh dahulu pada suami saya, karena ini barangnya dia.

“Ini apa ya? Kok mirip obat nyamuk bakar, tapi ada di dapur?”

Suami saya tertawa terbahak-bahak. “Itu alat untuk menghancurkan kentang, untuk membuat mass potato.” Mendengar itu, sontak gantian saya yang tertawa. Hampir saja saya singkirkan barang itu dari dapur..

Ternyata tanpa pengetahuan tentang sebuah benda, bisa membuat kita memperlakukan benda itu dengan berbeda, bahkan memakainya tidak sesuai dengan fungsi benda itu. Begitu juga dengan manusia. Pernahkah engkau bertanya, mengapa kita ada di dunia ini? Apakah keberadaan kita adalah sebuah kebetulan belaka yang tidak memiliki makna? Sadar atau tidak sadar bagaimana kita memandang tentang diri kita sebagai manusia akan memperngaruhi bagaimana kita menjalani hidup ini.

Mengkaji Ulang Teori Darwin

Banyak orang berdebat tentang asal usul manusia. Setiap agama memiliki pandangan yang berbeda tentang hal ini, bahkan ilmu pengetahuanpun tidak menemukan kepastian tentang asal usul manusia dan alam semesta. Sebut saja teori evolusi Darwin yang terkenal itu yang mengatakan bahwa manusia adalah evolusi dari kera. Jika manusia adalah hasil evolusi dari kera, lalu mengapa ada kera yang tetap menjadi kera hingga kini dan tidak berevolusi menjadi manusia semua? Jika memang manusia itu berasal dari kera, berarti seharusnya nilai manusia itu sama dengan kera. Tetapi pada kenyataannya kita tetap memandang bahwa  manusia lebih berharga daripada kera.

Sekalipun Teori Evolusi Darwin ini begitu terkenal dan diakui oleh ilmu pengetahuan sejak abad ke-18, tetapi teori ini memiliki berbagai kelemahan, yaitu dari mata rantai evolusinya, tidak ditemukan species transisi dari kera ke manusia purba. Teori Darwin juga tidak dapat menjelaskan asal usul kehidupan dan tidak mampu menjelaskan kesinambungan perkembangan spesies-spesies dalam kelimpahan ragamnya. Teori evolusi ini tidak bisa menjawab, mengapakah manusia adalah mahluk yang bermoral? Mengapa kera tidak memiliki moral dan juga peradaban seperti manusia. Diantara semua ciptaan, hanya manusia yang dapat memiliki budaya berpakaian, aneka pengolahan masakan, sampai menciptakan tekonology yang canggih.

Jika alam semesta terjadi karena sebuah kebetulan, karena ada benturan besar seperti teori Big Bang, dan manusia hanyalah evolusi dari mahluk bersel satu, maka keberadaan manusia hanyalah sebuah kebetulan yang tidak memiliki arti dan tujuan sama sekali. Itu sebabnya mereka yang percaya pada teori ini, akan cenderung menjalani hidup menurut pandangannya sendiri, apa yang dia sukai dan anggap benar.

Namun, jika kita percaya bahwa manusia diciptakan oleh Allah seperti yang ditulis oleh Alkitab, ini adalah sebuah makna yang begitu dalam yang akan mempengaruhi bagaimana kita memandang dan menjalani hidup ini, bagaimana kita memperlakukan orang lain dan juga alam semesta.

Nilai Manusia Menurut Alkitab

Kejadian 1:26-27

Kemudian, Allah berkata, “Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. Dan, hendaklah mereka berkuasa atas semua ikan di laut, burung-burung di udara, atas semua binatang ternak, dan semua binatang melata yang merayap di bumi.”

Maka, Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Menurut gambar Allah, Ia menciptakannya. Ia menciptakan mereka laki-laki dan perempuan.

Alkitab mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar (Tselem) dan rupa (Demuth) Allah.  Secara singkat, pernyataan ini memiliki arti bahwa manusia adalah wakilnya Allah di bumi ini. Konsep ini diambil dari budaya Mesir, dimana Fiaraun membuat patung besar yang berbentuk singa dengan kepala dirinya, yang dikenal dengan Spink, sebagai lambang bahwa wilayah itu adalah kekuasaannya. Nah, kurang lebih seperti itulah, keberadaan manusia seharusnya menggambarkan bahwa Allah lah yang berkuasa  atas bumi dan ciptaan lainnya.

Dalam State of Intergrity pada saat awal penciptaan manusia, makna gambar dan rupa Allah dalam diri manusia memiliki arti sebagai berikut:

  1. Melebihi ciptaan lain
  2. Kapasitas berelasi dengan Allah
  3. Kesempurnaan Awal
  4. Kesucian Awal
  5. Kebenaran Awal
  6. Bisa berubah (mutable)

Namun sayangnya, pada saat ini manusia tidak mencerminkan kemuliaan Allah karena sudah jatuh ke dalam dosa. Adam memperanakkan set dalam gambar dan rupanya (Kej 5:3) sehingga semua keturunan Adam dikandung dalam kondisi berdosa, kehilangan kemuliaan Allah. Dengan demikian gambar dan rupa Allah dalam diri manusia menjadi rusak. Manusia tidak lagi mencerminkan atribut Allah yang suci, dan adil, sebaliknya manusia melakukan banyak kejahatan, mengeksploitasi alam untuk kepentingannya sendiri. Inilah yang disebut dengan State of Corruption.

 Menurut Pandangan Reformed, gambar dan rupa Allah dalam diri manusia yang berdosa tidaklah hilang, tetapi rusak, akibat hilangnya kualitas dari spiritual manusia. Manusia tetap memiliki hati nurani dan moral sebagai anugerah umum yang mencegah manusia jatuh dalam kegelapan yang segelap-gelapnya, tetapi moral dan hati nurani itupun sudah tercemar, artinya sudah tidak sepenuhnya baik.

Tujuan Tuhan dalam hidup manusia tidak pernah berubah. Sekalipun manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan telah memberikan jalan keselamatan dalam Kristus Yesus agar manusia dapat dipulihkan. Inilah yang disebut dengan State of Grace.  Ketika Kristus akan datang kembali, kita baru akan benar-benar dipulihkan sehingga kita tidak lagi dapat berbuat dosa. Itulah State of Glory.

Tujuan Hidup Manusia

Karena manusia diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya, menurut Westminster Shorter Chatesism, membuat manusia memiliki tujuan hidup yang jelas dari Allah, yaitu: memuliakan Tuhan dan menikmati-Nya selama-lamanya. Jika kita mengimani hal ini, maka jelaslah bahwa tujuan kita ada di dunia ini bukanlah untuk menjadi kaya dan menikmati hidup, bukan juga untuk menjadi terkenal dan berkuasa. Tujuan kita ada di dunia untuk berelasi dengan Tuhan, sang pencipta dan menikmatinya. Ketika kita mengalami berbagai dinamika kehidupa, itu juga adalah sarana agar kita semakin mengenal Tuhan dan berjalan bersama dengan-Nya. Itulah wujud dari menikmati Tuhan.

Peran Kita dalam Lingkungan dan Sesama

Ketika saya masih kecil, saya memiliki tetangga yang anaknya yang terlahir dengan kondisi cacat mental. Dia bertingkah aneh, tidak dapat berbicara, dan terkadang mengejar kami sehingga kami sering berlari ketakutan. Entahlah, mungkin saja sebenarnya dia ingin bermain, tetapi karena kami tidak dapat berkomunikasi dengannya sehingga kami cenderung untuk menghindarinya. Lalu kami pindah rumah dan selama puluhan tahun saya tidak pernah tahu akan kabarnya. Suatu hari, tanpa saya duga, saya pernah bertemu dengannya di gereja, dan dia tampak tenang dan dapat mengikuti ibadah bersama dengan ibunya, sekalipun dia tetap tidak dapat berbicara. Dia sudah tidak lagi mengejar-ngejar orang, dia bisa duduk dengan teanang dengan tatapan mata nyang kosong. Mungkin saja dia tidak mengerti apapun. Tentu saja dia sudah tidak mengenali saya, tetapi ibunya masih mengenali saya. Saya salut dengan ibunya yang tetap merawat anak ini dengan baik selama puluhan tahun, sekalipun saya juga tahu bahwa anak ini bukanlah anak kandungnya, melainkan anak angkat. Tetapi ibu ini tidak membuang anak yang tidak dapat berbuat apa-apa ini, bahkan membesarkan dan merawatnya dengan baik.  Mengapakah ia melakukan hal tersebut? Karena dia menyadari, bagaimanapun juga, anaknya itu tetaplah manusia, gambar dan rupa Allah. Dia tetap layak untuk dikasihi sebagaimana layaknya manusia normal pada umumnya.

Ketika kita sadar bahwa setiap manusia adalah berharga karena diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, maka kita akan dimampukan untuk menghargai dan memperlakukan mereka dengan sepantasnya manusia, terlepas dari semua keterbatasan fisik ataupun jiwanya.

Jika kita mengerti bahwa kita adalah gambar dan rupa Allah, maka kita juga akan sadar bahwa Tuhan menginginkan agar kita mengelolah bumi ini untuk kemuliaan Allah, bukan hanya untuk kepentingan kita sendiri. Itu sebabnya bahwa kita harus memperhatikan lingkungan hidup mulai darihal yangkecil, dengan mengurangi sampah plastik, menanam pohon atau tumbuhan di perkarangan, tidak membuang sampah sembarangan. Bagi kita yang berkerja di industri/ pabrik, maka kita juga harus memperhatikan pembuangan limbah agar tidak merusak lingkungan. Ketika kita sedang bekerja, itu juga dalam rangka bagaimana kita membuat dunia ini menjadi lebih baik, minimal dengan peran kita di tempat kerja, sudahkah kita menunjukan kasih dan keadilan Allah? Sudahkah kita memperlakukan semua orang, baik direktur, office boy, satpam, atasan, bawahan dan semua rekan kerja dengan baik selayaknya manusia yang merupakan gambar dan rupa Allah?  

Ketika kita mengimani bahwa keberadan kita di dunia ini bukan sebuah kebetulan, tetapi memang dirancangkan oleh Tuhan dengan tujuan yang mulia, maka kita bisa menjalani hidup ini dengan penuh makna. Kita bisa menghargai kehidupan kita dan orang lain apapun kondisinya. Selain itu ketika kita tahu untuk apa kita diciptakan, maka kita tentu akan membuat prioritas yang benar dalam hidup ini, yaitu untuk berelasi dengan Allah dan menikmatinya. (VT)

Hope in a Broken World

Kita hidup di era yang begitu maju sehingga dibanjiri oleh begitu banyak informasi. Kita bisa belajar apapun jika kita mau. Semua itu adalah baik, namun ada sesatu yang sering kali tidak disadari, yaitu kita menjadi begitu tergila-gila dengan kesempurnaan. Mulai dari film-film romantis yang menggungah hati, media sosial yang menampilkan teman dan saudara-saudara yang begitu berbahagia sampai para motivator picisan yang tiba-tiba muncul dan berbicara tentang kehidupan, semua membuat kita menaikan standar terhadap apaun. Ya… apapun.

Kesempurnaan yang dibombardirkan membuat kita mulai membanding-bandingkan kehidupan kita dengan orang lain, membandingkan pasangan kita dengan pasangan orang lain, dan sebagainya. Kita menganggap bahwa apa yang dimiliki oleh orang lain begitu indah dan sempurna, betapa beruntungnya kita dan betapa kurang beruntungnya diri kita. Semua itu membuat kita menjadi sulit bersyukur, lebih lagi, membuat kita menuntut orang lain agar menjadi sama dengan semua bayangan sempurna yang ada di luar sana.

Kita menuntut pasangan kita berubah menjadi sosok ideal yang ada di layar lebar atupun di media sosial. Kita lupa bahwa apa yang ditampilkan di media, sering kali tidak realistis dan banyak editannya. Wajah yang mulus, ternyata hanyalah editan dari filter. Wajah yang cantik, ternyata adalah hasil make up yang canggih. Apa yang diposting oleh rekan kita di media sosialnya, adalah peristiwa yang indah dan bukan masalah yang sedang dihadapi. Jadi, apa yang ada di media, bukanlah gambaran utuh tentang kehidupan. Bahkan, apa yang didegungkan oleh para motivator, tidak semua dapat diterapkan dalam kehidupan kita.

Setelah belajar konseling selama setahun, saya menyadari satu hal, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Di ibalik semua kesempurnaan yang terlihat, ada ketidaksempurnaan yang disembunyikan rapat-rapat. Apa yang kita pikir sudah baik, ternyata jika diteropong lebih dalam, ada saja yang buruk yang harus dibereskan. Mungkin seperti makanan yang terlihat enak dan baik, tetapi jika dilihat di bawah mikrospkop, ada saja bakterinya. Ada yang memang bahaya, yang membuat kita diare, tetapi mungkin juga tidak bahaya karena karena kita sudah kebal dan menganggap hal itu adalah sesuatru yang biasa.

Namun, kabar baiknya, kini aku tidak lagi memasang standar yang tinggi pada semua orang, termasuk diri sendiri. Saya lebih bisa menerima ketidaksempurnaan, dan tetap memiliki pengharapan bahwa semua bisa lebih baik, walaupun tetap tidak sempurna. Mungkin gambarannya, sama seperti dokter yang ketika belajar tentang banyak hal tentang kesehatan, menyadari bahwa ada penyakit-penyakit yang tidak mematikan, ada obatnya dan bisa sembuh. Namun, memang tetap ada penyakit yang bahaya dan mematikan. Balik lagi, sama seperti dokter yang menyadari bahwa terlepas dari semua upaya dokter untuk mengobati, kesembuhan adalah dari Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Begitu juga dengan konselor, meskipun kami belajar banyak hal, mulai dari Teologi sampai pada Psikologi, kami sadar bahwa pelayanan kami tidak memiliki kuasa, jika kami tidak berlutut dan berdoa untuk para klien kami.

Tuhan sendiri mulai menyentuh hatiku. Aku melihat dunia yang broken, hancur. Begitu banyak orang yang menderita, dan putus harapan. Begitu banyak orang yang tidak terjangkau dan juga tidak ingin dijangkau. Banyak orang yang menganggap dirinya baik-baik saja, dan tidak menyadari ada hal yang tidak baik yang sedang menguasai dirinya sehingga dia melakukan apa yang dia sendiri benci.

Dunia konseling telah merubah diriku untuk tidak mudah menghakimi, tetapi belajar untuk mengasihi mereka yang hancur. Hal ini tentu tidak mudah, sangat tidak mudah. Pak Yakub menekankan bahwa konselor haruslah memiliki hati Kristus yang mengasihi orang yang berdosa seburuk apapun. Pada saat awal aku mendengar hal itu, aku sadar bahwa aku belum memiliki hati itu. Mudah secara teori tetapi tidak mudah diterapkan. Puluhan tahun kita diajarkan untuk menjauhi orang-orang yang bermasalah, bahkan tak jarang penghakiman dilontarkan bagi mereka yang pada akhirnya ketahuan melakukan sebuah dosa.

Waktu yang berjalan, peristiwa demi peristiwa berlalu. Bukan hanya satu kali, tetapi beberapa kali aku mengalami rasanya aku tidak sanggup menghadapi orang ini. Naluri manusiaku ingin membawa aku untuk menghentikan semua dan berlari menjauh. Tetapi ada tangan lain yang menguatkanku. Ya, Tuhan yang memberikanku kekuatan, sampai aku terkejut karena ternyata aku kuat untuk menghadapinya. Ada suara di hatiku berbisik, “Kamu lebih kuat daripada yang kamu pikirkan.”

Pada akhirnya aku menyadari, bukan aku yang kuat, melainkan Tuhan yang memerikanku kekuatan. Tuhan yang mengubah hatiku, mengubah cara pandangku agar semakin menyerupai-Nya.

Dalam kesunyian ini, ketika aku tidak lagi bekerja, tidak lagi memiliki penghasilan besar seperti dulu. Mungkin, orang melihat aku yang mundur secara karier. Tetapi, disini, disaat ini aku sedang dibentuk ulang oleh tangan Tuhan yang penuh kasih, untuk semakin mengerti isi hati-Nya, untuk melihat sebagaimana Tuhan melihat, dan belajar untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya bagi dunia yang telah hancur ini.

Kadang aku cemas, bagaimana dengan masa depanku? Dunia konseling adalah dunia pelayanan yang tidak berorientasi materi. Bahkan para klien banyak yang sukanya semua yang gratisan., termasuk konseling. Padahal konselor juga punya keluarga yang perlu dihidupi, juga untuk menafkahi dirinya sendiri. Jujurnya, aku tidak tahu bagaimana masa depanku, tetapi aku mau percayakan diriku dalam tangan Tuhan yang penuh kasih. Aku percaya TUhan akan memelihara aku dan keluargaku, entah bagaimana caranya. Amin.

Menyongsong Tahun 2022

Tahun 2021 akan segera berlalu. Kita tahu bahwa tahun 2021 bukanlah tahun yang mudah untuk dilalui. Pandemik yang kita kira akan segera dapat teratasi dengan adanya vaksinasi, pada kenyataannya kita dikejutkan dengan hadirnya varian omicron yang telah membuat Eropa dan Amerika kewalahan.

Tidak ada yang dapat memastikan apakah yang akan terjadi pada tahun 2022. Semua tetap penuh ketidakpastian. Lalu bagaimanakah sikap kita dalam menyonsong tahun 2022?

Kita telah melewati masa-masa krisis di tahun 2021. Saat Wabah Covid-19 merebak di tanah air di bulan Juni-Agustus yang lalu, sebagian orang berhasil melewati masa krisis dan sembuh. Namun sebagian lagi menyisakan luka mendalam karena kehilangan orang yang dikasihi. Bagaimanakah kita dapat melihat tangan Tuhan di tengah kegelapan yang masih terus membayang?

Ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan karena pandemik ini. Hati saya teriris mendengar kabar sobat saya kehilangan suaminya karena covid-19. meninggalkan 3 orang anak. Air mata saya mengalir saat pembina kelas pranikah saya juga meninggal karena Covid-19. Hidup ini memang tidak dapat diterka. Tidak semua doa kita dikabulkan. Tidak semua orang dapat bertahan menghadapi gejolak ekonomi karena pademik. Dan tidak ada yang menginginkan perpisahan dengan orang terkasih.

Saya teringat akan kisah bunda dari Pdt Stephen Tong yang yang ditinggal suaminya saat dia masih berusia 33 tahun dan dengan tujuh orang anak. Namun Ibunya berhasil membersarkan ketujuh anaknya dnegan baik dan lima diantaranya menjadi hamba Tuhan. Saya teringat bahwa kakek nenek kita berhasil melewati masa-masa sulit saat jaman perang dan penjajahan. Artinya, sekalipun ada banyak tantangan di depan mata tetapi tidak berarti dunia berakhir dan kita tidak tenggelam di dalamnya. Sekalipun kondisi yang kita hadapi tidak ideal dan tidak mudah, tetapi tidak berarti kita tidak mampu melewatinya. Kita pasti dapat melewatinya, sebab Tuhan yang akan menuntun dan memberikan jalan keluar.

Terkadang Tuhan mengijinkan kita berada dalam kondisi yang tidak pasti, justru agar kita hidup bergantung kepada-Nya dan bukan dengan kekuatan kita sendiri. Pengalaman berjalan bersama dengan Tuhan adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga, karena dari situlah kita dapat mengalami dan mengenal Tuhan lebih jauh lagi. Sama seperti bangsa Israel yang hanya diberi manna yang hanya cukup untuk satu hari dan harus memungutnya setiap hari. Mereka harus mengikitui pinpinan Tuhan setiap harinya melalui tiang awan dan tiang api. Namun Tuhan membiarkan bangsa Israel berjalan berputar-putar di padang gurun agar Bangsa Israel dapat belajar untuk hidup taat dan percaya pada pinpinan Tuhan, hidup bergantung kepada Tuhan. Hal ini diperlukan agar mereka dapat memenangkan pertempuran untuk mengalahkan bangsa Kanaan, bukan dengan kekuatan mereka, tetapi dengan sepenuhnya taat dan bergantung kepada Tuhan.

Dengan demikian kita dapat melihat, bahwa situasi yang tidak pasti, setiap kesulitan di dalam hidup kita adalah sarana yang Tuhan pakai untuk melatih iman kita, agar kita dapat hidup bergantung kepada Tuhan dan taat kepada-Nya. Tuhan ingin agar kita dapat mengalami Dia, merasakan betapa dekat-Nya dia di dalam hidup kita. Dia adalah Tuhan yang begitu mengasihi kita. Setiap kesulitan yang kita hadapi juga akan membentuk karakter kita untuk menjadi lebih kuat dan bijak dalam menjalani hidup ini.

Kesalahan bangsa Israel adalah mereka tidak kunjung percaya dan taat pada pinpinan Tuhan. Saat menjumpai masalah, selalu kembali bersungut-sungut dan mencurigai bahwa Tuhan berniat jahat dengan membawa mereka keluar dariMesir. Ketidakpercayaan mereka inilah yang membuat Tuhan murka sehingga tidak mengijinkan mereka untuk masuk ke tanah Kanaan, tetapi generasi berikutnya yang akan masuk. Biarlah hal ini juga yang mengingatkan kita untuk tidak menaruh curiga kepada Tuhan meskipun jalan-Nya tidak kita mengerti.

https://www.vecteezy.com/vector-art/2927225-happy-new-year-2022

Tahun 2022 sudah di depan mata. Meskipun ada banyak hal yang tidak pasti, namun jangan takut untuk melangkah, sebab Tuhan menyertai kita dan tidak akan meninggalkan kita. Apapun tantangan yang akan kita hadapi, percayalah bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menghadapinya. Jangan takut, janganlah gentar. karena anugerah Tuhan akan berjalan mendahului kita.

Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya? (Ulangan 4:7)

Ketenangan dan Kekuatan dalam Hadirat Allah.

Puji Tuhan, seminggu telah aku lalui dalam proses menyesuaikan diri dengan STTRI dalam retret online dan orientasi mahasiswa baru. Jadi bisa dibilang, ini baru masa pemanasan sebelum masuk ke masa kuliah yang sesungguhnya.

Dalam seminggu ini, saya merasa hubungan saya dengan Tuhan semakin nyata. Kami diajarkan bukan hanya mengisi otak kami dengan pengetahuan, tetapi juga membiasakan diri untuk diam di hadapan Tuhansilentium) dan bertanya, apa yang ingin Tuhan ajarkan kepada saya atau apa yang Tuhan inginkan saya lakukan. Istilah silentium ini mengingatkan saya pada retret Katolik yang pernah saya ikuti saat SMP dulu. Ya, itulah pertama kalinya saya diajarkan tentang berkomunikasi dengan Tuhan dalam keheningan. Hanya saja kali ini terasa berbeda, karena saya tidak disuguhkan dengan pemandangan indah dipegunungan, tetapi tetap dalam keseharian di apartemen. Namun perlahan, perasaan tenang dalam hadirat Allah itu mulai kembali masuk dalam hatiku.

Dari hari ke hari, aku melihat bahwa Tuhan tetap berdaulat dan menolong setiap anak-anak-Nya yang bergumul. Aku tahu banyak orang merasa ajnuran untuk berdoa di tengah pergumulan mereka terdengar sebagai saran yang sangat klise dan nyaris tidak memiliki signifikansi apa-apa. Orang lebih suka mendegar nasehat yang terdengar lebih logis seperti yang sering kita dengar darinpara motivator. Tetapi bagi orang yang telah menjalin relasi yangbaik dengan Tuhan, doa bukanlah jawaban klise. Doa adalah sesuatuyang sangat fudamental.

Namun orang sering kali salah kaprah. Mereka berpikir doa adalah berbicara kepada Tuhan dengan rentetan permintaan. Sisi yang sering kali kita lupakan adalah berdiam diri dan bertanya Tuhan ingin kita melakukan apa? Ketika kita membaca Alkitab sering kali kita lakukan itu sebagai rutinitas bahkan sekedar untuk menambah pengetahuan. Kita lupa memposisikan hati kita untuk dibaca oleh Alkitab. Kita juga lupa bahwa Tuhan hadir dalam keseharian rutinitas kita dan Dia rindu bercakap-cakap dengan kita.

Dalam hadirat Tuhan bukan hanya ada ketenangan, tetapi juga kekuatan untuk menjalani hari-hari kita dengan segala tantangan dan permaslahannya. Dalam hadiran Tuhan juga ada hikmat untuk memecahkan masalah yang kita hadapi. Itulah yang aku rasakan selama seminggu ini.

Aku diingatkan bahwa masuk ke STTRI itu bukan hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi untuk semakin dibentuk dan diperbaharui dari hari ke hari. Dan pembentukan itu tidaklah harus ada di STTRI, tetapi proses seumur hidup kita sampai Tuhan memanggil kita pulang.

Oh ya metode yang dipakai untuk saat teduh adalh Lectio Divina. Kalian juga dapat mempelajari dan melakukannya. 😊

Hal yang indah dalam Wedding Anniversary kami

Hari ini kami merayakan Wedding Anniversary yang ke-2 dengan sederhana di tengah kondisi dunia yang sedang pandemi. Uniknya kali ini status saya sudah sebagai mahasiswi STTRI untuk Program Sertifikat Pelayanan Konseling. Bagi saya, bisa masuk ke STTRI adalah sebuah langkah iman yang pada akhirnya berani saya ambil. Ya, saya ini cukup bandel yang terus-terusan kabur dari panggilan Tuhan.

Masih teringat masa – masa ketika mencari pasangan hidup. Saya pernah merasa frustasi, karena banyak pria yang menganggap saya terlalu rohani. Rasanya rada sulit untuk mencari pria yang bisa menerima diri saya dengan segala pemikiran dan prinsip hidup. Namun pada akhirnya, Tuhan mempertemukan saya dengan Aris, seorang pria yang dapat diajak berdiskusi tentang apa saja, mulai dari kerjaan, tulisan, teologi, politik, dan juga konseling. Entah mengapa, saya merasa kami berbicara pada frekuensi yang sama. prinsip hidup kamipun tidak jauh berbeda. Uniknya lagi, Tuhan memberikan saya tanda dengan memindahkan Pdt Riand dari Jogja ke Jakarta tepat di gerejanya Aris dan pada akhirnya memberkati pernikahan kami, sesuai dengan doa saya 7 tahun sebelumnya.

Tepat di saat Aris menyatakan cintanya pada tanggal 18 Agustus 2018, saya mengatakan, “Jika suatu saat kita menikah, sepertinya kita akan menggenapi rencana Tuhan yang saya tidak apa.” Saya bisa bicara seperti itu karena saya memiliki feeling yang kuat bahwa Tuhan punya rencana dalam pernikahan kami, sehingga Dia campur tangan untuk menyatukan kami dalam pernikahan yang kudus. Saya tahu, cerita kesaksian saya begitu unik, tidak semua orang mengalaminya. Saya hanya berpikir, jika Tuhan sampai turun tangan, pasti ada rencana kekal di dalamnya.

Saya bersyukur, suami saya sangat mengasihi saya. Kehidupan dua tahun pernikahan kami boleh dibilang cukup baik. memang ada beberapa konflik, tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Hari-hari kami lebih banyak diwarnai dengan canda tawa. Dia tidak pernah merasa takut atau terancam dengan saya yang bisa tampil di youtube, sharing di komisi atau persekutuan, dll. Intinya dia sama sekali tidak merasa terancam bahkan sangat mendukung agar saya terus belajar dan berkarya. bahkan, ketika saya ada pelayanan dan harus mempersiapkan talkshow, dia yang memasak makan siang agar saya dapat mempersiapkan diri dengan baik. mau dicari di mana lagi suami seperti ini? Wakakak..

Hari ini saya begitu sibuk dengan retret online STTRI. Pagi ini saya memasak sarapan dan nasi dan siangnya, Aris membeli lauk untuk makan siang dan makan malam kami agar terasa special. Tak lupa dia membelikan kue tart kecil untuk merayakan Wedding Anniversary kami. Suamiku, sangat mendukung saya untuk kuliah di STTRI. Saya merasakan ini adalah titik awal dari sebuah perjalanan panjang berjalan dengan Allah dalam ketaatan. Mungkin itu sebabnya Tuhan mempertemukan kami, karena jika dengan pria lain, saya tidak yakin akan begitu mensupport saya kuliah di STTRI.

Tentu saja sebagai istri yang baik, saya tetap memasak dan bersih-bersih apartment meskipun saya kuliah di STTRI. Pak Yakub juga mengingatkan agar kami tidak mengabaikan keluarga, di tengah semua kesibukan kami karena totalitas hidup kita adalah ibadah kita. Jujurya, saya juga tidak yakin dengan kemampuan diri saya, tetapi saya yakin Tuhan akan memampukan saya untuk menyelesaikan kuliah ini dan juga bertanggung jawab atas keluarga saya dengan baik.

Mengapa pada akhirnya saya mulai bisa belajar untuk taat melangkah ke STTRI? Karena ketika saya taat pada pimpinan Tuhan untuk berani mengambil langkah menikah dengan Aris, Tuhan buktikan bahwa pimpinan-Nya tidak salah. Aris adalah pria baik yang Tuhan sudah pilihkan. Saya bisa merasakan ada dua cinta yang hadir dalam pernikahan saya, yaitu cinta dari Tuhan dan cinta dari suami saya. Ada beberapa detail harapan saya tentang pasangan hidup, dan itu ada dalam diri Aris dan baru saya sadari ketika kami sudah menikah. Di situ saya terkagum-kagum pada Allah yang begitu mengasihi kami.

Seperti yang pernah saya tuliskan dalam buku Wonderful Single Life, bahwa Tuhan punya rencana yang jauh lebih indah mulia daripada sekedar bahagia dalam pernikahan kita. Dan itu terbukti, dan setiap hari adalah sebuah langkah kecil menuju rencana Allah yang jauh lebih indah dari apa yang dapat kita bayangkan.

Kebaikan Hati

Matius 6:3-4

Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

Berbuat baik, tetapi tetap menyimpannya untuk diri sendiri, itu adalah hal yang tidak mudah, apalagi untuk jaman sekarang. Banyak orang yang memposting apa yang dia lakukan ke media social. Terkadang, kita juga menolong orang lain karena terpaksa, yang mau tidak mau kita tolong, tetapi kita tidak sebenarnya tidak rela untuk menolongnya. Sehingga, jika da kesempatan, kita mengungkit-ngungkitnya.

Tuhan mengatakan jika kita menolong orang, hendaklah itu hanya menjadi rahasia antara kita dan Tuhan saja, bukan untuk konsumsi umum. Ketika kita melakukan perbuatan baik, itu bukan untuk mendapatkan pujian manusia, bukan juga agar terlihat berjasa pada kehidupan orang lain. Walaupun kita tahu bahwa  ketika kita berbuat baik, tidak selalu orang yang kita tolong berterima kasih kepada kita, bahkan ada yang menikam kita. Ada saja orang yang take it for granted untuk setiap kebaikan yang mereka terima. Tetapi Yesus mengatakan agar kita sempurna seperti Bapa kita yang sempurna yang menerbitkan matahari kepada orang baik dan yang bebal. Manusia, termasuk kita, sering kali juga take it for granted kepada Tuhan. Ketika kita mendapatkan sesuatu yang baik, kita anggap itu adalah hal yang lumrah. Tetapi ketika kita mengalami masalah, kita menyalahkan Tuhan. Tidak jarang, kita juga menista Tuhan dengan perbuatan kita yang jahat. Kita marah, ketika Tuhan tidak mengabulkan apa yang kita pinta. Tetapi Tuhan begitu sabar terhadap kita.

Merendahkan diri menjadi sulit untuk dilakukan pada jaman ini. Ketika orang dengan begitu mudahnya memakai media social untuk menunjukan keberhasilan dia, juga perbuatan baik. Bagi makanan ke jalanan, kunjungan ke panti asuhan, panti jompo  diposting ke media social. Mari kita lihat ke lubuh hati kit ayang terdalam, apakah yang menjadi motivasi kita?

Tuhan Yesus mengingatkan kita akan sebuah kebenaran:

1 ¶  Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:

2  “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.

3  Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

4  Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;

6  mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;

7  mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

8  Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

9  Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.

10  Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.

11  Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

12  Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Akar dari banyak permasalahan adalah ego untuk dihormati dan dihargai. Kita ingin orang  agar orang lain terkesan dengan kita. Kita ingin mendapatkan hormat dari orang lain. Sulit bagi kita untuk bisa tulus dalam menolong orang lain tanpa terlihat orang lain dan juga mengungkit-ngungkitnya. Sulit juga bagi kita untuk terlihat low profile. Kita tidak terima ketika orang yang pernah kita tolong menyakiti kita, anyway, itu masih manusiawi. Tetapi Tuhan memang mengajarkan kita hal yang berbeda.

Kasihilah musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

Tuhan meminta kita bukan hanya mengampuni mereka, bahkan lebih lagi, mengasihi orang yang pernah menyakiti kita. Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan bagi kita. Dia merendahkan diri untuk taat kepada Bapa,mengambil rupa seorang hamba. Dia diremehkan, dicemooh, dihina, tetapi tidak melawan terlebih lagi Dia berdoa untuk pengampunan bagi orang-orang yang telah berbuat jahat kepada-Nya. Dan karena itu, Bapa meninggikan Dia dan memberikan-Nya kuasa agar setiap lutut akan bertelut dan mengaku Dia adalah Tuhan.

Konsep inilah yang harus kita pegang. Saat kita merendahkan diri. Mungkin benar kita akan direndahkan orang lain. Mungkin benar kita akan disalahpahami orang. Tetapi, janganlah biarkan kebencian menguasai hati kita, janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan. Jangan pula memendam kepahitan. Ampunilah mereka. Hal ini memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi kita bisa jika bersandar pada kekuatan dari Tuhan. Biarkan waktu yang berbicara. Biarkan Tuhan sendiri yang mengangkat kita, bukan manusia, apalagi diri kita sendiri.

Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan

dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Our Own Theology

Sejak aku remaja, mungkin aku adalah orang yang sulit dimengerti oleh teman-temanku. Dikala orang cenderung untuk menutupi kelemahannya, aku tidak pernah ragu menunjukan jiwa emosiku yang sedang down ataupun kemarahanku dengan Tuhan sesaat sebelum pada akhirnya aku bangkit. Mungkin aku tanpak tidak sereligius teman-temanku yang selalu tanpak stabil dan baik, dan aku pernah sedih karena menerima penghakiman atas kejujuran yang aku nyatakan. Namun, kita aku terperangah ketika aku belajar di kelas Pak Yakub Subsada tentang Intergrasi theologi dan Psikology, bahwa sesungguhnya kejujuran emosiku di hadapan Tuhan adalah kunci dari integrasi dari sistematic theology menjadi operating belief aku. Diawali dengan kejujuran, lalu aku bergumul dengan Firman Tuhan yang pada akhirnya membuat aku justru mengalami Allah secara pribadi secara otentik

Kejujuran aku ketika bergumul bersama dengan Tuhan dalam menghadapi kenyatan hidup yang terkadang tidak seperti yang aku harapkan inilah yang kemudian melahirkan banyak tulisan-tulisan di dalam blog ini dan juga buku pertama aku “Wonderful Single Life” yang justru memberkati banyak orang karena ditulis dengan kejujuran hati. Banyak pembaca buku aku mengatakan bahwa doa-doa yang aku tulis di dalam buku, banyak yang mirip dengan mereka. Aku mungkin terlihat berani dan cukup nekad dengan membuka aibku sendiri dan kerapuhan jiwaku dalam perjalanan memahami dan mengerti akan cinta Tuhan yang tak terbatas itu untuk dikonsumsi public, tetapi aku merasa puas ketika mendengar orang lain terbekati dengan tulisan aku. Karena ketika aku bercerita aku bangkit, aku tidak mengatakan hanya berdasarkan teori, tetapi berdasarkan pergulatan imanku yang pada akhirnya dimenangkan oleh Tuhan dalam kasih karunianya. Jika hingga saat ini aku masih mengikut Tuhan, bukan karena aku yang hebat, tetapi karena Tuhan yang tidak pernah melepaskan aku dan membiarkan aku dalam keterpurukan.

Pak Yakub Subsada mengajarkan agar kita memiliki theologia kita sendiri, yaitu bagaimana kita jujur dan mengalami Allah secara pribadi, sehingga apa yang kita katakan bukan hanya copy paste dari kutipan theologia sistematika yang telah diterima orang secara khalayak, tetapi bagaimana theologia itu berada dalam kontek kondisi jiwa kita dan pengalaman hidup kita yang nyata. pak Yakub justru menyarankan agar kita memnbaca buku-buku seperti yang ditulis oleh Philip Yancey, “Where is God when it hurts” karena ditulis dengan konteks kehidupan nyata. kalu boleh sedikit berbangga, buku saya Wonderful Single Life juga pernah direkomendasikan Pak Yakub untuk dibaca oleh mahasiswa theology. Jujur, ini sesuatu yang tidak pernah saya sangka sebelumnya. Pak Yakub pernah bertanya, mengapa aku menulis buku ini? aku menjawab, itu adalah buku berobat jalan, perjalanan iman aku dengan Tuhan dalam menyikapi masa single. Awal aku menulis buku itu, emosiku terpuruk dan pada akhirnya menjadi stabil setelah aku bergumul secara pribadi dengan Tuhan. Siapa yang menyangka bahwa buku berobat jalan ini malah direkomendasikan oleh pak Yakub untuk dibaca oleh mahasiswanya?

Pada titik ini, aku yang selama belasan tahun merasa seperti orang tertuduh dan aneh dalam lingkunganku, kini seperti mendapat peneguhan bahwa apa yang aku lakukan justru menunjukan otentisitas imanku. Ini aku yang tidak sempurna, namun mengalami kasih karunia Allah hingga dimampukan untuk dipakai menjadi berkat dalam ketidaksempurnaanku.

Menghargai Setiap Kesempatan

Malam ini aku menonton sebuah video youtube yang mengingatkan aku teringat saat aku masih sekolah dan kuliah. Aku tahu, aku bukan anak yang terlahir dengan IQ yang tinggi, tetapi hanya cerdas rata-rata. Tetapi dalam anugerah Tuhan, aku lulus SMA dengan nilai tertinggi dan lulus kuliah dengan prediat Cun Laude. Saat itu, aku benar-benar bergantung pada hikmat Tuhan dalam mengerjakan setiap hal. Itu mengingatkan aku untuk saat ini sebagai ibu rumah tangga, akupun perlu hikmat Tuhan untuk dapat mengerjakan semua dengan baik.

Aku belajar untuk tidak menatap pada apa yang belum aku miliki, melainkan bersyukur untuk setiap hal yang Tuhan anugerahkan padaku. Saat ini, aku memiliki kesempatan untuk belajar apapun yang aku mau, aku memiliki waktu untuk memperhatikan papa dan suami aku dengan lebih baik lagi. Selain itu aku juga mengerjakan hal-hal yang menjadi impian aku. Mungkin secara financial tentu tidak semelimpah saat aku masih kerja di kantor, tetapi aku melihat bahwa kesempatan yang saat ini aku miliki adalah seusatu yang berharga. Aku belajar mencukupkan diri dan belajar mempercayakan diri dalam pemeliharaan Tuhan.

Akhir-akhir ini aku sedih mendengar teman lama yang sakit, penginjil yang sedang sedang berjuang melawan covid-19. Tidak banyak yang bisa akulakukan, tetapi minimal aku memiliki hati dan waktu untuk berdoa bagi mereka. Aku tahu dunia saat ini sedang sulit, tetapi bukankahj justru untuk itulah kita dipanggil untuk menjadi berkat?

Esok hari ketika matahari kembali bersinar, ya Tuhan, berikan aku semangat untuk melakuakn semua lebih baik lagi untuk Engkau dan untuk orang-orang yang aku kasihi. Amin

Previous Older Entries

Social